Algoritma Media Sosial VS Kesehatan Mental

Algoritma Media Sosial VS Kesehatan Mental

Media sosial kini menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi generasi milenial, Gen Z, hingga Gen Alpha. Platform seperti Instagram, TikTok, X (Twitter), dan YouTube bukan cuma untuk berbagi foto atau video namun menjadi sumber hiburan, informasi, pembelajaran, dan ruang bersosialisasi. Pasalnya, media sosial juga memiliki dampak serius bagi kesehatan mental. Salah satu penyebab utamanya adalah algoritma, yaitu sistem yang mengatur konten apa saja yang tampil di layar kita setiap kali membuka aplikasi. Pada dasarnya ini bertujuan membuat pengalaman online lebih relevan. Namun, jika tidak dikendalikan bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan mental seperti: memperkuat echo chamber, menimbulkan kecanduan digital, memicu rasa insecure, hingga mengubah standar kecantikan atau bahkan bisa menjadi jerat hukum.

Ketika penggunaan media sosial lebih dari tiga jam per hari biasanya dikategorikan sebagai penggunaan berlebihan. Hal ini dapat memicu masalah psikologis, misalnya:

  • Depresi akibat terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain.
  • Kecemasan karena takut ketinggalan informasi (FOMO).
  • Sulit fokus karena terbiasa dengan konten singkat yang cepat memicu rangsangan.

Algoritma membentuk “identitas digital” berdasarkan kebiasaan online kita. Misalnya, sering menonton resep masakan akan membuat feed penuh konten kuliner; tertarik pada politik akan menghasilkan banjir berita serupa. Sepintas hal ini terasa bermanfaat karena personal, tetapi paparan yang terus menerus justru bisa memberi efek negatif, terutama terhadap kesehatan mental. Dampak dari Algoritma Media Sosial antara lain:

  1. Echo Chamber dan Filter Bubble
    Algoritma cenderung menampilkan konten yang sejalan dengan minat kita. Akibatnya, pandangan berbeda jarang muncul, yang berisiko menurunkan kemampuan berpikir kritis dan memperkuat polarisasi sosial.
  2. Meningkatkan Kecanduan Digital
    Sistem sengaja memprioritaskan konten yang memicu emosi atau rasa ingin tahu agar pengguna betah berlama-lama. Hal ini membuat orang mudah menunda pekerjaan, kehilangan fokus, bahkan kecanduan. Pada anak dan remaja, dampaknya lebih serius karena bisa mengganggu konsentrasi dan kestabilan emosi.
  3. Memicu Depresi dan Rasa Tidak Percaya Diri
    Kehidupan “sempurna” yang ditampilkan di media sosial membuat banyak orang merasa kurang berharga. Algoritma memperkuat kondisi ini dengan terus menampilkan konten serupa yang menimbulkan rasa tidak aman (insecure).
  4. Mendorong Komparasi Sosial dan Cyberbullying
    Perbandingan sosial yang berlebihan sering memicu perilaku negatif, termasuk perundungan daring (cyber bullying). Dampaknya bisa berupa berkurangnya rasa percaya diri, sulit tidur, hingga kecemasan tinggi.
  5. Mengubah Standar Tubuh dan Kecantikan
    Filter digital yang mempercantik wajah atau mengubah bentuk tubuh menciptakan standar kecantikan yang tidak realistis. Hal ini dapat menimbulkan masalah citra tubuh (body image issues).

Algoritma bekerja diam-diam dan mengumpulkan semua interaksi kita untuk memprediksi konten berikutnya. Setiap like atau komentar memicu pelepasan hormon dopamin di otak, membuat kita semakin ingin kembali membuka aplikasi. Inilah sebabnya media sosial sangat adiktif dan sangat sulit dihindari. Berikut tips Menggunakan Media Sosial Secara Sehat:

  • Batasi Waktu Layar: Gunakan fitur pengingat waktu dan coba berhenti beberapa jam sebelum tidur.
  • Kurasi Konten Positif: Ikuti akun yang bermanfaat, dan unfollow akun yang memicu perasaan negatif.
  • Sadari Emosi Diri: Jika merasa cemas atau rendah diri setelah scrolling, berhentilah sejenak.
  • Aktivitas Offline: Isi waktu dengan olahraga, membaca, atau bertemu langsung dengan teman.
  • Detoks Digital: Sesekali berhenti 1–3 hari dari media sosial untuk menyegarkan pikiran.

Kita memang tidak bisa mengubah algoritma, tetapi kita bisa mengatur cara berinteraksi dengannya. Dengan membatasi waktu, mengatur konten yang dikonsumsi, serta menjaga keseimbangan antara dunia maya dan nyata, manfaat media sosial bisa tetap dirasakan tanpa harus mengorbankan kesehatan mental. Mari mulai untuk menjaga diri di media sosial.

Sumber: https://cyberhub.id/

Scroll to Top