Kesadaran Keamanan Siber untuk Gen-Z DIY

Kesadaran Keamanan Siber untuk Gen-Z DIY

Aktivitas online di kalangan pelajar ibarat menjelajah lautan luas. Selama berlayar, kita dapat memancing, menemui keindahan pulau-pulau, hewan laut dan pemandangan lainnya yang tidak kita jumpai ketika di darat. Akan tetapi, kita tidak dapat memprediksi akan adanya bahaya yang akan terjadi, seperti badai tak terduga, cuaca buruk, hiu yang lapar bahkan hewan laut buas lainnya yang mengintai di laut dalam. Tanpa peta, kapal canggih dan perlengkapan keamanan berlayar yang memadai, perjalanan yang penuh potensi ini bisa berubah menjadi petualangan berbahaya. Begitu pula dengan ruang siber— keamanan siber bagaikan gunung es. Risiko ancaman siber yang tampak hanya di puncak gunung es. Namun, setidaknya ada 7/8 gunung es yang terendam air. Di sinilah kita dapat menemukan banyak risiko ancaman siber yang mengintai. Oleh karena itu, kita perlu waspada dan memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang semua risiko keamanan siber. Perkembangan teknologi, khususnya internet dan media sosial, memudahkan pelajar SMA mengakses informasi dengan cepat, namun seringkali belum dilengkapi dengan pengetahuan yang memadai tentang perlindungan diri secara digital. Tantangan keamanan siber ini muncul karena rendahnya tingkat kesadaran para pelajar terhadap dasar-dasar praktik keamanan siber, baik keamanan siber secara teknis maupun keamanan siber sosial. Melihat situasi ini, diperlukan pemetaan kesadaran keamanan siber pelajar yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi tingkat kesadaran keamanan siber pelajar Indonesia.

BSSN telah kegiatan Survei Kesadaran Keamanan Siber adalah generasi Z yang diwakilkan oleh siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat di Provinsi se-Indonesia dengan alasan:

  1. Siswa SMA lebih familiar dalam penggunaan internet dibandingkan dengan siswa SMP (APJII, 2022);
  2. Berada dalam rentang usia aktif menggunakan internet;
  3. Menggunakan internet untuk berbagai kegiatan;
  4. Masa transisi dari anak-anak menuju dewasa.

Secara umum kesimpulan dari survei yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:

  • Sebanyak 77,89% responden tidak mengganti password akun digital mereka, baik sama sekali (37,94%) maupun hanya saat teringat (39,95%). Kebiasaan ini berisiko, terutama bagi pelajar dengan banyak akun digital. Penting untuk meningkatkan kesadaran keamanan siber melalui kampanye literasi, seperti mengganti password secara rutin untuk mencegah serangan siber yang dapat mengancam keamanan data dan identitas.
  • Edukasi tentang password manager dan Multi-factor Authentication (MFA) sangat diperlukan. Password manager memudahkan pengelolaan dengan satu password utama, sementara MFA menambah keamanan melalui verifikasi tambahan, seperti OTP atau biometrik. Simulasi serangan siber juga efektif, memberikan pengalaman langsung tentang dampak serangan dan cara menanggulanginya, seperti mengenali phishing atau mengamankan perangkat dari malware.
  • Sebanyak 50,33% responden tidak mengetahui pihak berwenang yang dapat dihubungi saat mengalami insiden siber, sementara hanya 12,70% yang mengetahui cara melaporkannya. Hal ini menunjukkan mayoritas pelajar kurang memahami langkah yang tepat saat menghadapi insiden siber. Akibatnya, penanganan masalah bisa tertunda, memperparah dampak seperti pencurian atau penyalahgunaan data pribadi.
  • Kampanye edukasi tentang pihak berwenang yang menangani insiden siber menjadi langkah penting. Integrasi materi keamanan siber, termasuk cara melaporkan insiden, ke dalam mata pelajaran seperti TIK atau PPKn, dapat meningkatkan kesadaran pelajar sejak dini. Dengan pendekatan ini, diharapkan pelajar lebih siap menghadapi ancaman siber.
  • Sebanyak 50,06% responden tidak mengetahui bahwa Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memiliki layanan aduan siber, sementara hanya 13,38% yang memahami mekanisme pelaporannya. Mayoritas pelajar tidak menyadari peran BSSN dalam menangani kasus siber, sehingga mereka rentan terhadap insiden seperti peretasan akun dan penyalahgunaan data pribadi.

Untuk meningkatkan kesadaran, diperlukan kampanye edukasi nasional yang memperkenalkan BSSN sebagai lembaga berwenang dalam pengaduan siber. Kampanye ini dapat dilakukan melalui media sosial, situs sekolah, dan media massa. Selain itu, materi keamanan siber dan prosedur pelaporan ke BSSN perlu diintegrasikan dalam pelajaran sekolah, seperti TIK dan PPKn. Informasi layanan aduan BSSN juga dapat disebarkan melalui platform e-learning yang sering digunakan siswa. Kerja sama BSSN dengan sekolah untuk memberikan pelatihan dasar keamanan siber akan memperkuat pemahaman pelajar tentang pentingnya melaporkan insiden siber dan meningkatkan kesiapan mereka menghadapi ancaman.

Untuk laporan lengkap survei Kesadaran Keamanan Siber dapat diunduh melalui tautan: https://cloud.jogjaprov.go.id/index.php/s/dopJ9bWRZKbLw9z